JAKARTA, GemaRakyat – Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), BUMN di bawah Kementerian Keuangan tengah disorot masyarakat Indonesia karena banyaknya debitur yang mengajukan gugatan. Dalam catatan kami, ada 117 kasus yang menyeret LPEI, berdasarkan data direktori putusan MA. Terdapat debitur dari berbagai daerah seperti, Semarang, Sleman, Boyolali, Surabaya, Jakarta menggugat LPEI ke pengadilan negeri.
Melihat apa yang terjadi, kita patut bertanya-tanya, apa yang salah dengan governansi dan transparansi di LPEI. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagai emiten efek atau perusahaan yang surat utangnya tercatat di pasar modal, telah gagal menjaga dua hal terpenting di pasar modal, yaitu trust dan likuiditas.
Jika melihat sejumlah kasus yang menimpa para pelaku usaha, maka patut diduga di dalam tubuh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia banyak Oknum LPEI yang memang mencari keuntungan secara tidak halal, asal dapat untung dan tidak ada upaya mempertahankan kepercayaan publik.
Kita bisa baca di berbagai media di tanah air terkait keterlibatan oknum-oknum pejabat di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang dihukum karena korupsi. Kendati sudah banyak pejabat oknum LPEI masuk penjara, namun ternyata praktek menguasai aset debitur LPEI terus terjadi hingga kini dengan pola yang hampir sama.
Banyak pelanggaran yang terjadi, untuk itu Menteri Keuangan dan Kejaksaan Agung patut menyelidiki oknum-oknum yang bermain sehingga merusak iklim usaha di republik ini. Contoh, ada jaminan aset yang nilainya jauh di harga pasaran, namun oleh oknum-oknum di LPEI dijual dengan harga yang jauh di bawah harga pasar. Dan gilanya, LPEI sendiri yang membeli aset-aset debitur.
LPEI yang seharusnya membimbing dan membina malah membinasakan para pelaku usaha demi kepentingan oknum-oknum LPEI yang mencoba meraih prestasi dengan menghalalkan segala cara. Patut diduga mereka memperkaya diri dan menguntungkan LPEI secara lembaga agar dapat penilaian baik kendati melanggar aturan.
Komentar